Malam itu guruh berdentum lagi. Kuat bangat. Bunyinya menakutkan. Petir dan kilat sabung-menyabung. Diselang-seli dengan panahan yang mencemaskan.
Ruang udara bersimpang siur dengan panahan petir. Suasana kecoh seolah-olah berlaku peperangan antara si baik dengan si jahat. Sudah banyak kali kejadian serupa berlaku di Sri Gading. Guruh dan petir itu persis amaran. Mungkin musibah akan melanda. Musibah apa tiada siapa tahu. Ada juga mengatakan guruh dan petir itu bukan penanda musibah tetapi penanda Sri Gading akan kembali makmur. Penanda Pohon Emas sedang membesar. Tiada desa lain ada pohon emas kecuali Sri Gading.
Bila Pohon Emas itu membesar penghuni Sri Gading akan senang. Sehelai daun setiap seorang akan menyebabkan mereka hidup senang anak-beranak. Tanah gersang yang mereka alami kini mungkin sementara sahaja. Ujian tidak lama. Di sebalik tanah gersang tumbuh Pohon Emas. Siapa sangka. Bukan satu pokok tetapi banyak pokok. Bertuah Sri Gading. Bertuah sungguh.
Pohon Emas itu menyebabkan banyak penghuni Sri Gading sasau. Tidak ingat lain kecuali Pohon Emas. Solat mereka tidak ingat lagi. Ke Surau pun mereka sudah lupa. Sejak Haji Zahid tiada, jemaah makin susut. Orang tidak ingat lagi ajaran Haji Zahid. Orang sudah lupa pesan Haji Zahid. Mereka berpakat ingat Pohon Emas. Mereka pakat berkumpul di Pohon Emas. Solat mereka sudah lupa. Azan mereka tidak mendengar lagi. Surau mereka tidak ingat lagi. Pohon Emas harapan baru mereka. Harapan akan membawa mereka keluar dari belenggu kemiskinan. Bumi mereka yang gersang menyebabkan penderitaan berlanjutan. Tiada tanaman tumbuh. Banyak ternakan mati. Badan mereka sudah banyak yang kurus kering. Nampak tulang rangka. Mujur tumbuh Pohon Emas. Harapan baru untuk mereka.
Manusia yang bermantera di bawah Pohon Emas terpaku. Tidak hiraukan apa yang berlaku. Mereka sedang asyik. Mereka sedang khusuk. Mereka sedang khayal. Mereka mengikut apa Dukun Alam arahkan. Dukun Alam suruh bermantera, mereka lakukan. Dukun Alam suruh berzikir, mereka lakukan. Mereka buat tanpa bantahan. Sejak Haji Zahid menghilang, Dukun Alamlah guru baru mereka.
Dukun Alam kata Pohon Emas memerlukan pengorbanan. Mereka akur. Mereka buat dan mereka lakukan. Dukun Alam kata Pohon Emas perlu dipuja, mereka akur dan lakukan. Yang penting mereka mahukan bahagian daripada Pohon Emas itu. Tidak perlu bantah. Tidak perlu ingkar.
Mereka disuruh bergaul lelaki dan perempuan, jantan dan betina. Jangan segan, jangan malu, mereka lakukan. Jangan takutkan dosa. Jangan takutkan kutukan Tuhan. Jangan takutkan balasan akhirat. Jangan bimbang, jangan itu dan jangan ini mereka lakukan juga. Dukun Alam akan membela mereka.
Mereka persis hilang akal dan bingung. Amal ibadat tidak ingat lagi. Baik buruk tidak tahu lagi. Kemiskinan dan kefakiran menyebabkan mereka jadi begitu. Mereka ingin lupa kemelaratan. Mereka ingin lupa kepayahan. Sudah lama mereka kesempitan.
Dukun Alam suruh mereka berjoget, mereka berjoget. Dukun Alam suruh mereka berjudi, mereka berjudi. Dukun Alam suruh mereka menyalak, mereka menyalak. Mereka ikut sahaja perintah. Tidak tahu lagi baik buruknya. Apalah salahnya bergembira, apa salahnya berjudi, mereka ikut tanpa protes. Sehelai daun emas akan membuat mereka kaya. Itu yang mereka mahu. Ikut cakap Dukun Alam baru dapat apa yang mereka hajatkan. Dukun Alam berjanji akan memberi mereka daun emas. Sehelai daun emas seorang akan mengeluarkan mereka dari belenggu kemiskinan dan kemelaratan. Mereka percaya cakap Dukun Alam. Pohon Emas memang berharga. Mana ada emas yang tiada harga.
Sudah ada tauke besar melihat Pohon Emas. Mereka berjanji akan membeli. Nilai Pohon Emas tinggi. Berbillion dollar. Dapat sedikit seorang penghuni Sri Gading sudah kaya-raya. Penghuni Sri Gading bukan ramai sangat. Dukun Alam beritahu taukeh paling kaya di dunia berjanji akan membelinya. Duit menimbun seribu tahun makan tidak habis. Penghuni terpukau. Dukun Alam hebat.
Penghuni Sri Gading gembira mendengar berita yang menakjubkan itu. Berita itu akan menyebabkan mereka akan menjadi kaya-raya. Apa sahaja yang Dukun Alam katakan mereka ikut. Dukun Alam orang hebat. Dukun Alam orang pintar.
Dukun Alam bukan calang orang. Namanya gah diserata dunia. Mana pemimpin dunia yang tidak kenalnya. Mana taukeh besar yang tidak baik dengannya. Dia adalah super leader atau super hero bagi penghuni Sri Gading. Dia dihormati dan disegani. Haji Zahid tidak boleh lawan dia lagi. Orang sudah lupa Haji Zahid. Orang sudah tidak ingat ajaran Haji Zahid. Haji Zahid sudah tinggal dalam sejarah. Tidak penting lagi.
Perempuan tua kurus itu menggeleng kepala melihat telatah penghuni Sri Gading. Mereka sudah lupa ajaran Haji Zahid. Mereka sudah tidak ingat guru mereka lagi. Haji Zahid pergi terlalu lama. Haji Zahid mencari ilmu terlalu jauh.
Dia tidak berdaya hendak menyedarkan manusia-manusia itu. Dia seorang perempuan tua yang lemah, tiada kekuatan untuk melawan kehebatan Dukun Alam. Siak Man dan Bilal Tahir apatah lagi. Semua sudah tua belaka. Imam apatah lagi. Kalau Haji Zahid ada tentu keadaan akan berlainan. Haji Zahid ditakuti Dukun Alam. Tapi Haji Zahid entah bila akan pulang. Haji Zahid menghilang begitu lama.
Perempuan tua itu melihat Pohon Emas. Lama dia melihat. Tegak berdiri, tiada bergoyang kiri atau kanan. Bila cahaya kilat memancar dan petir sabung-menyabung, cahaya yang terpancar dari daun-daunnya begitu hebat sekali. Percikannya bagai bunga api. Mempesonakan. Tidak hairanlah penghuni-penghuni Sri Gading itu sanggup menyembahnya siang dan malam.
Mereka lupa untuk menyembah Tuhan. Sepatutnya Tuhan yang mereka sembah. Bukan Pohon Emas itu. Mereka menaruh harapan pada pohon yang tidak dapat berbuat apa-apa. Alangkah bodohnya manusia-manusia itu. Ada akal tidak diguna untuk berfikir.
Bunyi mantera dan zikir penghuni-penghuni Sri Gading berdengung macam lebah-lebah. Entah apa yang terkeluar dari mulut mereka, perempuan tua itu tidak mengerti. Mereka hanya mengikut Dukun Alam. Mereka sendiri pun tidak faham.
Perempuan tua meludah tuih-tuih kerana meluat. Manusia itu jauh menyeleweng. Bodoh dan sesat. Mereka menyembah pokok dan mengharap sesuatu yang bukan dari Tuhan mereka.
Perempuan tua itu sedih melihat apa yang berlaku. Dia tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah pemikiran mereka seperti yang dimiliki oleh Dukun Alam yang boleh mengubah suasana sekelip mata sahaja. Dukun Alam guna sihir dan harta. Dukun Alam jual angan-angan. Dukun Alam licik dan pintar. Pengaruhnya kuat dan melata.
Setiap hari dimomokkan Pohon Emas sebagai pohon harapan. Pohon yang akan mengubah corak hidup penghuni Sri Gading. Dicanang seribu janji dan harapan.
Orang-orang dewasa, lelaki dan perempuan, kanak-kanak dan remaja semuanya percaya Dukun Alam. Dukun Alam pembawa tuah. Dukun Alam pengubah hidup. Mereka ingin kebahagian semula. Sudah lama mereka menderita. Sudah lama mereka terseksa. Sudah lama mereka hidup dalam kemiskinan dan kefakiran. Kini mereka bergantung harapan kepada Pohon Emas; kepada Dukun Alam pembawa sinar hidup baru.
Pohon Emas adalah satu-satunya harapan mereka. Pohon yang akan mengubah masa depan mereka. Selepas pohon itu dapat mereka petik, mereka akan menjadi orang kaya dan akan hidup mewah dan gembira. Itulah impian dan angan-angan mereka.
Panahan petir yang kuat menyebabkan perempuan tua itu tersentak dari lamunannya. Dia nampak dahan Pohon Emas terkena panahan. Percikan api melantun. Pohon Emas makin bersinar. Pohon Emas makin besar. Rantingnya bertambah. Daunnya bertambah.
Dukun Alam berdiri dan berteriak.
Lihat pohon emas membesar.
Dahannya kian teguh.
Daun-daunnya kian membiak.
Ini berkat mantera kita.
Kekayaan semakin hampir.
Kekayaan semakin dekat.
Kita semua akan senang.
Kita semua akan bahagia.
eBook penuh boleh didapati di E-Sentral.com
https://www.e-sentral.com/search/byid/55955/pohon-emas